Manusia terdiri atas pikiran dan rasa dimana
keduanya harus digunakan. Rasa menjadi penting digerakkan terlebih dahulu,
karena seringkali dilupakan. Bagaimana memulai pendidikan lingkungan hidup?
Pendidikan Lingkungan Hidup harus dimulai dari HATI. Tanpa sikap mental yang
tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi
sampah semata.
Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap
lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan
adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan
perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat
dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup,
serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan
kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata
pelajaran Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH). Depdikbud merasa
perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah
(menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah
kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum
tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup
ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini
berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM
yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga
tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan
pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan
itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud
juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru,
penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU
dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun
perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui
kegiatan seminar, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan
seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pendidikan Lingkungan Hidup
Salah satu perkembangan pendidikan lingkungan adalah
dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai
berikut:
Pendidikan lingkungan Hidup (environmental
education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia
yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala
masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama
, baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai
masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi,
Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]
PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat.
Pendidikan
lingkungan hidup haruslah:
- Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
- Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
- Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
- Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
- Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
- Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
- Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
- Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first – hand experience).
Menurut saya pendidikan lingkungan hidup di Indonesia dapat berjalan dengan baik jika adanya pemberian kesempatan atau sarana yang tepat dari lembaga atau sekolah kepada peserta didik agar dapat meengenal dan merasakan lingkungan hidup di sekitarnya sehingga menanamkan kesadaran diri untuk mengelola dan memanfaatkannya dengan bijaksana. Ketika kesadaran diri dari peserta didik telah tertanam di dirinya maka ia akan mampu membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan terebut terlebih lagi mengenai lingkungan disekitar mereka. Pendidikan lingkungan hidup dapat membantu peserta didik dalam menumbuhkan kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan serta memecahkan masalah yang terjadi berkaitan dengan lingkungan hidup secara kritis.
Gambaran umum pendidikan lingkungan hidup di Indonesia
Gambaran umum pendidikan lingkungan hidup di Indonesia
Pada tahun 1996 disepakati kerjasama pertama antara
Departemen Pendidikan Nasional dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, yang
diperbaharui pada tahun 2005 dan tahun 2010. Sebagai tindak lanjut dari
kesepakatan tahun 2005, pada tahun 2006 Kementerian Lingkungan Hidup
mengembangkan program pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah melalui program Adiwiyata. Program ini dilaksanakan di 10 sekolah
di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan tinggi dan LSM
yang bergerak di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup. Sejak tahun 2006 sampai
2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata baru mencapai 1.351 sekolah
dari 251.415 sekolah (SD,SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia,
diantaranya yang mendapat Adiwiyata mandiri : 56 sekolah, Adiwiyata: 113
sekolah, calon Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan
Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia. Dari keadaan tersebut di atas, sebarannya sebagaian besar di pulau Jawa, Bali dan ibu kota propinsi lainnya, jumlah/
kuantitas masih sedikit, hal ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat
ini masih sulit diimplementasikan.
Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
02 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat
menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan
program Adiwiyata. Hal tersebut terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi
terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan
penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk
dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan
sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakankebijakan yang
telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud. Oleh karenanya
diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa
terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar
Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar
pengelolaan pendidikan.
Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga
sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan,
sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter
bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan di daerah.
Sumber : http://www.menlh.go.id/informasi-mengenai-adiwiyata
http://timpakul.web.id/plh-4.html
Pada
tahun 1996 disepakati kerjasama pertama antara Departemen Pendidikan
Nasional dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, yang diperbaharui pada
tahun 2005 dan tahun 2010. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tahun
2005, pada tahun 2006 Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan
program pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah melalui program Adiwiyata. Program ini dilaksanakan di 10
sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan
tinggi dan LSM yang bergerak di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup.
Sejak tahun 2006 sampai 2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata baru mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia, diantaranya yang mendapat Adiwiyata mandiri : 56 sekolah, Adiwiyata: 113 sekolah, calon Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia. Dari keadaan tersebut di atas, sebarannya sebagaian besar di pulau Jawa, Bali dan ibu kota propinsi lainnya, jumlah/ kuantitas masih sedikit, hal ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat ini masih sulit diimplementasikan.
Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Hal tersebut terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakankebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud. Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.
Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di daerah.
- See more at: http://www.menlh.go.id/informasi-mengenai-adiwiyata/#sthash.rXhbIlSn.dpuf
Sejak tahun 2006 sampai 2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata baru mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia, diantaranya yang mendapat Adiwiyata mandiri : 56 sekolah, Adiwiyata: 113 sekolah, calon Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia. Dari keadaan tersebut di atas, sebarannya sebagaian besar di pulau Jawa, Bali dan ibu kota propinsi lainnya, jumlah/ kuantitas masih sedikit, hal ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat ini masih sulit diimplementasikan.
Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Hal tersebut terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakankebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud. Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.
Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di daerah.
- See more at: http://www.menlh.go.id/informasi-mengenai-adiwiyata/#sthash.rXhbIlSn.dpuf
Pada
tahun 1996 disepakati kerjasama pertama antara Departemen Pendidikan
Nasional dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, yang diperbaharui pada
tahun 2005 dan tahun 2010. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tahun
2005, pada tahun 2006 Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan
program pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah melalui program Adiwiyata. Program ini dilaksanakan di 10
sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan
tinggi dan LSM yang bergerak di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup.
Sejak tahun 2006 sampai 2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata baru mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia, diantaranya yang mendapat Adiwiyata mandiri : 56 sekolah, Adiwiyata: 113 sekolah, calon Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia. Dari keadaan tersebut di atas, sebarannya sebagaian besar di pulau Jawa, Bali dan ibu kota propinsi lainnya, jumlah/ kuantitas masih sedikit, hal ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat ini masih sulit diimplementasikan.
Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Hal tersebut terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakankebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud. Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.
Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di daerah.
- See more at: http://www.menlh.go.id/informasi-mengenai-adiwiyata/#sthash.rXhbIlSn.dpuf
Sejak tahun 2006 sampai 2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata baru mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia, diantaranya yang mendapat Adiwiyata mandiri : 56 sekolah, Adiwiyata: 113 sekolah, calon Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se‐Indonesia. Dari keadaan tersebut di atas, sebarannya sebagaian besar di pulau Jawa, Bali dan ibu kota propinsi lainnya, jumlah/ kuantitas masih sedikit, hal ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat ini masih sulit diimplementasikan.
Dilain pihak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata, belum dapat menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Hal tersebut terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik . Dari kendala tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakankebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud. Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.
Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di daerah.
- See more at: http://www.menlh.go.id/informasi-mengenai-adiwiyata/#sthash.rXhbIlSn.dpuf